Niagahoster discount up to 70%

Tuesday, May 14, 2013

AOKIGAHARA, Lautan Pohon Tempat Orang Bunuh Diri


Aokigahara adalah hutan tenang seluas 35 km2 yang juga disebut dengan nama Jukai (berarti: Lautan Pohon). Terletak di barat laut kaki Gunung Fuji, Aokigahara dikenal sebagai lokasi nomor 1 di Jepang untuk melakukan bunuh diri dan nomor dua di seluruh dunia setelah Jembatan Golden Bridge di San Fransisco, AS.

Dulu, tindakan bunuh diri di Jepang hanya dilakukan oleh para samurai lewat seppuku atau harakiri yang bertujuan untuk menjaga nama baik mereka. Tidak seperti sekarang, di mana orang bisa melakukan bunuh diri hanya karena dirinya tak bisa terintegrasi ke dalam masyarakat dengan baik.

Sebagian menyebutkan kalau 'tren' bunuh diri di Aokigahara muncul dalam novel "Nami no To" (1960) atau "Tower of Waves" karya Seicho Matsumoto, di mana kedua tokoh utamanya tewas bunuh diri di Aokigahara.
Padahal, sampai di abad ke-19, hutan ini sudah lama jadi lokasi ubasute, di mana seseorang akan membuang orang yang telah renta (umumnya orangtuanya sendiri) di dalam hutan dan membiarkannya mati kelaparan dan kedinginan. Praktik ini dilakukan akibat kemiskinan parah yang membuat mereka harus 'membuang' seseorang untuk mengurangi jumlah orang yang harus diberi makan.
Terbitnya buku kontroversial "The Complete Manual of Suicide" karangan Wataru Tsurumi pada tahun 1993 dan menyatakan Aokigahara sebagai tempat yang sempurna untuk bunuh diri memperparah keadaan di hutan yang ingin didaftarkan pemerintah Jepang sebagai situs UNESCO World Heritage ini.

Hutan ini sejak awal memang punya kaitan sejarah yang erat dengan bangsa iblis dalam mitologi Jepang. Dan saking rapat pepohonan yang tumbuh di sana, bahkan angin pun tak bisa berhembus dan nyaris tak ada hewan hidup di dalamnya.
Tambah lagi, akibat dari tingginya kandungan besi dalam tanahnya, kompas dan peralatan navigasi yang bukan kualitas militer tidak bisa berfungsi sehingga orang yang datang sekadar untuk hiking pun bisa tersesat.
Tak heran, lautan pohon yang sebenarnya sangat indah ini jadi terkesan angker. Belum lagi gosip dan legenda tentang hantu orang-orang yang mati di dalamnya dan kini bergentayangan. Makanya, tempat ini juga kerap dijadikan tempat untuk uji nyali...

Biasanya, bunuh diri di Aokigahara dilakukan dengan cara menggantung diri atau meminum obat tidur dalam jumlah besar. Setiap tahunnya, sekitar 100 jenazah ditemuikan di antara pepohonan Aokigahara. Padahal, para aparat lokal telah berusaha untuk mencegahnya.
Salah satu cara pencegahan yang mereka lakukan adalah dengan memasang papan peringatan dalam bahasa Jepang dan Inggris. Pada papan itu tertulis agar mereka yang datang berniat bunuh diri untuk mengurungkan niatnya dan mencari pertolongan.

Saat ini, patroli dilakukan secara rutin oleh pihak kepolisian, sukarelawan, dan ilmuwan. Tak hanya mencari jenazah dan membawanya ke pos patroli untuk diupacarakan dengan benar, mereka juga bertugas untuk mengajak bicara pengunjung yang kelihatannya punya niat untuk melakukan bunuh diri.
Konon, penduduk lokal bisa membedakan mana pengunjung yang datang ke Aokigahara untuk bunuh diri dan mana yang tidak.

Kalau diajak hiking ke Aokigahara, teman-teman berani, nggak???
Kalau JEI, sih, tegas akan bilang................ NGGAK MAU!!! XDDD


Untuk informasi mengenai program "Study in Japan", hubungi:

JELLYFISH EDUCATION INDONESIA (JEI)

Konsultan Belajar di Jepang

Gedung The Jakarta Post Lt. Dasar
Jl. Palmerah Barat 142-143 Jakarta 10270
Telp. (021) 5365-4610 / 11 (Senin-Jumat, 09.00-18.00)
Email: jellyfish.ina@gmail.com

Like Our Facebook Page: Jellyfish Indonesia
Follow Our Twitter: Jellyfish_INA
Google+ Page: Jellyfish Indonesia
Plurk: Jellyfish Indonesia
YouTube Channel: Jellyfish Edu-Ind
Pinterest Boards: Jellyfish Indonesia
Skype: Jellyfish-Indonesia
YM: Jellyfish.Indonesia



Salah satu papan peringatan di Aokigahara
"Hidupmu adalah hadiah terpenting dari orangtua. Pikirkan kembali
tentang mereka, kakak-adikmu, atau anak-anakmu. Bicaralah pada seseorang"